Mengenal Pendidikan Waldorf Part 4: Kegiatan Pendukung dalam Pendidikan Waldorf

Assalamualaikum..

Post kali ini adalah post terakhir dari rangkaian dari seri "Mengenal Pendidikan Waldorf" yang terdiri dari 4 bagian. Untuk teman-teman yang belum membaca part 1-3 nya harap Dibaca dulu ya.. Supaya nyambung pemahamannya. SIlakan klik link di bawah ini untuk menuju post nya.

Part 1; Tahapan Mendidik Anak
Part 2; Menjaga Reverence, Sense of Wonder, & Willing
Part 3; Ritme sebagai Inti dari Pendidikan Waldorf

Nah, di bagian terakhir ini, kita akan membahas tools penunjang dalam Pendidikan Waldorf. Tools-tools ini biasa diterapkan di TK Waldorf (Waldorf Kindergarten), namun dengan sedikit adaptasi dan kreatifitas, tools ini bisa kita bawa ke keseharian di rumah bersama anak-anak.

Sejujurnya, sebelum mengenal Pendidikan Waldorf saya banyak mencari inspirasi ide membuat mainan atau kegiatan anak. Tidak jarang ide itu menghabiskan banyak bahan, terkadang bahas makanan yang ujung-ujungnya menjadi sampah/suatu kemubadziran. Saya cukup takjub saat saya belajar mengenai Pendidikan Waldorf, ternyata kalau disini, kreatifitas dikemas dalam bentuk meaningful activities yang jikapun kita berkegiatan dengan anak, ya harus bermakna. Sebisa mungkin sesuatu yang dilakukan itu ramah bumi atau dapat dimanfaatkan. Bukan sekedar menstimulasi.

Jadi.. Apa saja kegiatannya? Mari kita bahas satu persatu ya..

*Story Telling*




Please jangan jiper duluan melihat gambar yang di slide. Story telling dengan property biasa dilakukan di sekolah (walaupun seru juga dilakukan di rumah). Propertinya pun menggunakan barang2 natural dan sederhana, kain halus berwarna lembut, mainan kayu, boneka yang dibuat sendiri (handmade) tanpa wajah. Tujuannya supaya tidak mengganggu daya imajinasi anak & anak bisa ‘mengisi’ sendiri ekspresinya. Bagaimana mungkin anak bisa berempati sama seseorang yang sedang sedih/cemas jika bonekanya tersenyum girang sepanjang waktu?


Di rumah, momen sederhana seperti sebelum tidur yang diluangkan khusus penuh cinta bersama anak bisa jadi saat berharga untuk menghantarkan cerita. Tidak perlu bercerita dengan gaya (merubah-rubah suara, ekspresi berlebihan), yang penting cerita dihantarkan dengan kehadiran utuh kita & cinta.


Cerita untuk anak 0-7 tahun biasanya adalah cerita yang berkaitan dengan alam (nature stories), atau cerita fairytales penuh imajinasi dengan happy ending. Harus happy ending? Iya, karena segaa hal yang terjadi di dunia ini, baik maupun buruk, sejatinya adalah yang terbaik untuk kita. Maka marilah sekali lagi kita buat impresi bahwa DUNIA INI BAIK. Seiring berjalannya umur anak, cerita yang dihantarkan bisa lebih kompleks dan lebih ‘real’ (sejarah), sesuai dengan perkembangan nalarnya. Di rumah, anak-anak juga akan senang mendengarkan cerita tentang masa kecil/pengalaman kita orang tuanya.  



ARTS & CRAFTS




Lagi-lagi, jangan jiper jika teman-teman bukan orang yang artsy banget (akupun tak ada jiwa seni sama sekali sejujurnya) karena seni dalam Pendidikan Waldorf itu sifatnya menghargai kesederhanaan. Lukisan wet on wet painting (yang pas pertama saya lihat hasil saya mikir, “apa bagusnya?”), yang ternyata bisa dilihat keindahannya oleh anak (& saya juga pada akhirnya). Kertas hasil lukisan wet on wet ini tidak dibuang, namun biasanya dimanfaatkan untuk membuat sampul buku, kartu ucapan, atau kerajinan lainnya.


Selain melukis, aspek seni lainnya yang biasa dihantarkan adalah nyanyian atau senandung sederhana dari guru/ibunya (bukan music hingar bingar seperti lagu anak-anak kebanyakan di luar sana). Sederhana saja.. Yang penting, sekali lagi, dihantarkan dari hati dan penuh kesadaran.


Crafts pun bukan yang kompleks. Kegiatan craft dalam Pendidikan waldorf biasanya;

  • *Meaningful*; bukan sekedar gunting, tempel, lipat-lipat, lalu buang, tapi kalaupun membuat sesuatu kalau bisa jadi sesuatu yang bisa dipakai. Misalkan saya & Zeya sedang senang merajut cempal dari benang kaos. Tali hasil finger knitting bisa untuk bermain lompat tali, mengamplas ranting untuk menjadi jarum rajut, kertas bekas wet on wet painting bisa kita reuse untuk menulis puisi, membuat hand made notebook/story book, dll.
  • *Natural*. Saat jalan pagi kami bisa mengumpulkan benda2 yang kami temukan di jalan (ranting, daun kering, lalu menempelnya di kertas & dipajang. Pernah kami mengumpulkan akar beringin lalu dibuat mahkota bunga. Mengumpulkan pine cones untuk mainan di rumah atau dilem ke batang kayu menjadi pohon-pohonan, dll.


Di slide bisa dilihat ada lukisan wet on wet painting hasil Zeya yang merupakan unta putih. Sebagai contoh indorporating arts into learning, ini adalah cara kami belajar kisah para nabi. Sebelumnya saya menceritakan kisah nabi ybs, lalu kita melukis hal yang paling iconic dari nabi tsb, dan juga menulis puisi (kata-kata indah) tentang nabi ybs di kertas bekas wet on wet painting. Puisi ini dikumpulkan dan nantinya bisa dibaca2 lagi.


MOVEMENT & FREE PLAY

Ini adalah step yang tidak boleh terlewat oleh anak-anak khususnya usia 0-7 tahun. Fase dimana mereka banyak bergerak dan bermain bebas tanpa arahan. Baik bermain sendiri maupun bersama teman-temannya. Trickynya, hal ini tidak juga bisa diartikan sebagai memfasilitasi anak untuk join olahraga tertentu secara rutin di usia ini, karena sejatinya anak perlu mengeksplor bagaimana menggunakan tubuhnya dan bergerak bebas ke segala arah, seusai ‘tuntunan tubuh’ mereka, bukannya diinstruksikan dan diatur hanya otot2 tertentu saja. Lalu apa yang harus dilakukan? 





Ini beberapa tips berdasarkan pengalaman kami;

1. Balik lagi ke ALAM. Ajak sering-sering main di alam & outdoor

2. Berenang. Berenang bebas ya, bukan les renang

3. Jalan pagi/nature walk

4. Mengerjakan pekerjaan rumah (chores)

5. Permainan tradisional seperti ular naga, ampar2 pisang, domikado, dll..


Untuk free play, dengan menyediakan mainan sederhana dan open ended, biasanya anak akan otomatis larut dalam permainan yang ia ciptakan sendiri. Pada awal kami menerapkan waldorf parenting di rumah, saya cukup khawatir karena anak pertama yang start nya tidak sama dengan anak kedua kami (dia sudah terpapar banyak mainan2 komersil 😅) susah untuk bermain dengan mainan yang kami sediakan (lego, balok2 kayu, dll). Tapi alhamdulillah biidznillah seiring berjalannya waktu dan dicontohkan adiknya, akhirnya sekarang mereka bisa main anteng berdua. 

Nah, jika anak terlihat mulai jenuh di rumah atau mainannya, biasanya saya akan memfasilitasi untuk playdate. Bertemu dengan teman-teman yang biasanya menciptakan permainan2 baru lagi untuk mereka 😁


Nah teman-teman.. Mungkin itu dulu yang bisa saya sampaikan mengenai Pendidikan waldorf. Wallahu a'lam bish-shawab.. Jika ada kebaikan pastilah datang dari yang Maha Baik, jika ada kekurangan mohon maaf sebesar2nya. semoga kita bisa memetik hikmah & pelajaran dari rangkaian post ini. Jangan lupa dibaca dengan runut ya..


Jika ada pertanyaan, feel free untuk DM saya di instagram @playwithzey 

Disana, saya share keseharian kami menjalankan Waldorf Parenting & Fitrah Based Education.


Assalamualaikum wr wb..


Love,

B

Comments

Popular Posts