Hadiah untuk Papa..

Jumat.. hari yang selalu mengingatkan saya pada papa Allahuyarham. Di hari ini di sepertiga malam terakhir, beliau dijemput untuk melanjutkan perjalanannya ke alam barzah. Papa.. Berasal dari keluarga yang sudah sedari dulu taat beragama. Nenek dan kakek saya mengelola madrasah di sebelah rumahnya di kampung di daerah Kabupaten Bandung. Tentu saja, papa saya sejak kecil selalu mendorong saya untuk berhijab, tapi saya selalu menolak.

Penolakan terjadi hingga lama sekali. Bahkan sampai saya menikah pun, saya belum juga memakai hijab. Tidak usahlah saya utarakan alasan disini, karena setelah saya pikir-pikir sekarang, alasan apapun bisa dibuat, namun intinya, hati saya masih buta kala itu, walaupun bukti & peringatan sudah ditunjukkan berkali-kali. Nyatanya benar kata Allah, “bukanlah mata yang buta, namun hati yang ada di dalam dada..” (QS. Hajj 46) 


Astagfirullah wa atubu ilaih..


Fast forward ke tahun 2013. Waktu itu saya & suami masih ngekos di daerah Gatot Subroto, Jakarta. Belum ada anak, masih berduaan. Suatu hari ayah saya datang ke Jakarta untuk pekerjaannya. Tentu saja kami janjian untuk bertemu. Seingat saya, waktu itu mungkin sudah sekitar satu atau dua bulan saya tidak bertemu ayah saya. Saat bersiap-siap akan pergi ke tempat ayah saya menginap, entah kenapa hati saya tergelitik untuk memberikan hadiah, oleh-oleh untuk ayah saya.


Dulu, belum ada ojek online yang siap sedia membelikan apa yang kita butuh seperti sekarang ini, sehingga opsi membawakan makanan tidak ada dalam list saya. Tiba-tiba saja, saat sedang memilih baju, saya melihat pashmina saya yang dulu biasa saya gunakan sebagai syal di musim dingin waktu saya masih kuliah di Sydney. 


And just like that..


Tanpa persiapan khusus, tanpa nabung-nabung membeli kerudung atau baju panjang, saya pakai baju yang tersedia. Celana jeans, atasan lengan pendek, cardigan, dan pashmina yang sebelumnya cukup mampir sampai di leher. Saya pun mantap pergi menuju ayah saya bersama suami.


Saat bertemu ayah saya, dapat saya lihat raut kaget campur haru di wajah ayah saya. Namun, karena memang beliau tidak terbiasa mengekspresikan perasaan secara berlebihan, beliau hanya bilang, “nah, gitu cantik.”


Singkat. Padat. Namun sangat membuat saya menari kecil dalam hati karena saya tahu, saya sudah membuatnya bahagia..


رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا


Ya Allah, sesungguhnya selama bertahun-tahun itu tidak pernah sekalipun ayah saya memaksa saya untuk menggunakan hijab. Di hari itu pun pula, tanpa paksaan sedikitpun saya akhirnya mulai menggunakan hijab.


Alasannya? Lagi-lagi, banyak alasan dan dalil bisa dibuat namun pada akhirnya, Sang Ilahi lah yang menggerakkan hati saya dan mengingatkan rasa sayang saya pada papa.. Rasa sayang yang sangat jauh lebih kecil dan tidak berarti dibandingkan rasa sayangnya pada saya dulu. I feel so much love happening around me at that moment, dan saya sangat-sangat bersyukur.


Sekarang, saya tidak bisa membayangkan diri saya tanpa hijab. Untuk saya, hijab adalah act of love. Bukti cinta atas betapa Dia menjaga dan sayang pada saya, juga bukti cinta saya padaNya, dan papa.. Saat anak perempuan saya bertanya mengapa dulu saya tidak berhijab, dengan rendah hati saya katakan bahwa itu adalah masa dimana saya belum berilmu. Doa saya, semoga dia dijaga Allah dari kesombongan yang dilakukan ibunya dulu. :(




Dear papa, putri kecilmu ini mungkin belum banyak membahagiakanmu di dunia, namun bersabarlah.. Karena dia selalu mohonkan pada Allah supaya Dia memudahkannya untuk menjadi amal jariyahmu, mencerminkan nama yang kau berikan padanya; Bintan Sholihat, Anak Perempuan yang Sholeh..


Aamiin..



-Ditulis kala rindu itu datang dengan sangat. Be happy there, my champ!




Love,

B

Comments

Popular Posts