Mengenal Pendidikan Waldorf Part 2: Menjaga Reverence, Sense of Wonder, & Willing


Bismillah..

Di post sebelumnya (part 1) kita sudah belajar mengenai apa itu Pendidikan Waldorf dan bagaimana tahapan pendidikan sesuai usia diterapkan. Untuk yang belum baca, silakan baca dulu disini ya. Supaya nyambung bahasannya. Hehe..

Di part 2 ini kita akan membahas mengenai pentingnya menjaga reverence (rasa takzim), sense of wonder (keingintahuan), & willing (kehendak) terutama untuk anak-anak usia dini. Langsung saja kita bahas ya.


Tentunya kita ingin anak kita tumbuh menjadi pribadi yang kuat. Bukan hanya rajin dan tekun dalam mengerjakan sesuatu, namun juga mengerjakan hal tersebut dengan sepenuh hatinya, disertai cinta. Kita ambil contoh shalat..

Shalat untuk apa?

Apakah karena itu sebuah kewajiban/keharusan?

Karena ingin dapat sesuatu?

Karena disuruh orang tua?

Karena lagi di sekolah?

Karena kita sedang punya hajat?


Tentunya kita ingin suatu saat nanti, jikapun anak kita shalat, dia melakukan itu semata-mata karena Rabb-nya, tul betul? Niat tulus lilahi ta’ala tanpa ada rasa takut, berat karena kewajiban, atau hanya bersifat transaksional.


Darimana ketulusan berasal? Tentunya dari cinta. darimana cinta berasal?Dari rasa takzim coba (ingat2 dulu awal ketemu Paksu gimana kita takzim banget sama dia, sampaiakhirnya  jadi cinta. Eciye).. Nah, anak pada usia dini fitrahnya cinta pada Allah, dan bagaimana cara kita menjaga cinta ini terus ada pada dirinya adalah dengan menjaga reverence ini. 


Sadar gak sih, anak-anak itu mudah sekali bahagia, mudah sekali tersenyum, mudah sekali takjub. Sedang jalan, dia lihat genangan air memantulkan bayangan langit, bisa lho tiba-tiba berhenti dan memandangi itu. Lalu apa yang biasanya orang dewasa lakukan?

“yuk, cepetan jalannya!” ya, gak? Hehe..


Padahal, itu bisa jadi kesempatan kita untuk memunculkan kecintaan terhadap Sang Khalik. Saat anak takjub terhadap apa yang ada di alam (ciptaanNya), biarkan dia menikmatinya, sambut rasa takzimnya. Tanpa perlu penjelasan scientific Panjang lebar kita bisa mengaitkannya pada sang Rabb, bahwa bayangan yang dia lihat adalah ciptaan Tuhannya, “Mashallah ya kak, Allah ciptakan langit seindah itu”


Yang kedua, sense of wonder atau Bahasa simpelnya rasa ingin tahu. Anak kecil selalu bertanya banyak hal. Sebagai orang dewasa yang sudah banyak sekolah dan makan asam garam kehidupan, biasanya saat anak bertanya tentang sesuatu, misal, “mama, kenapa ya awan bergerak?” kita pasti reflex langsung memberikan kuliah karena merasa ini kesempatan yang baik untuk menjelaskan aneka ilmu pengetahuan. Tapi dalam Pendidikan waldorf, ada baiknya membiarkan pertanyaannya ‘menggantung’ di benak anak.


Waktu awal belajar, saya sendiri juga bertanya-tanya, kok gitu sih? Tapi, setelah saya pahami dan alami sekarang. Senses of wonder anak-anak lah yang akan membuat mereka semangat belajar dan ingin tahu lebih banyak. Seorang teman saya pernah berbagi pengalaman mengenai hal ini, bahwa suatu ketika anaknya tiba-tiba membaca-baca ensiklopedia sendiri, dan saat ditanya ternyata dia sedang mencari jawaban atas pertanyaan dia yang belum terjawab ibunya. Mashallah..


Yang terakhir willing. Ingin ini ingin itu, bergerak kesana kemari itu sudah fitrahnya anak. Saat kita bisa merawat ini, Inshallah mereka tidak akan tumbuh menjadi anak yang mageran. Dalam Pendidikan waldorf, prinsipnya bukan melarang, namun memberikan boundaries (batasan). Mendisiplinkan anak bukan dengan melarang mereka atau menjelaskan aneka aturan kepada mereka, namun dengan pengkondisian & contoh dari orang tuanya.


Misalnya di rumah kami, semua area accessible untuk mereka. Tugas kami sebagai orang tua adalah memastikan area rumah nyaman & aman untuk anak-anak. Ini termasuk tidak banyak punya pajangan ini itu atau benda2 lain yang sekiranya akan membuat kita melarang anak. Itulah mengapa balik lagi, sediakan lingkungan yang aman, nyaman, & layak ditiru supaya kita tidak perlu banyak melarang, berkompromi, atau bernegosiasi dengan anak.



Apa tools/alat yang bisa dipakai untuk merawat ketiga hal ini. Yang paling utama adalah: ALAM & KESEDERHANAAN. Alam adalah penyedia stimulasi multi sensori untuk anak, dan itu porsinya pas sesuai dengan kebutuhan kita (karena tentunya buatan Allah, jadi pasti Allah tau apa yang pas untuk kita). Suara deburan ombak, halusnya pasir, suara desir arus sungai, hangatnya batu sungai yang terjemur matahari, dinginnya desiran angin, batu-batu atau cabang2 pohon dengan tinggi yang beragam yang bisa dipilih untuk dipanjat sesuai kemampuan anak, rumput empuk yang berbau segar, dll. Semua stimulasi dari alam dapat diterima oleh indra anak. Bandingkan dengan indoor playground dimana penuh music hingar bingar non stop, AC yang terkadang terlalu dingin, warna warni mencolok mata. Yang ada anak bisa menjadi overstimulated dan overwhelmed.


Selain itu dengan bermain di alam, anak akan dapat menjumpai banyak keindahan dari dunia ini. Tidak perlu selalu ke tempat yang jauh atau fancy, pernahkah mengagumi bagaimana indahnya bulir2 bunga dandelion jika dilihat dari dekat saat jalan pagi di taman komplek? Sederhana, namun penuh makna.. Itulah yang kita dapatkan dari alam


Selanjutnya KESEDERHANAAN. Dalam buku Simplicity Parenting, ada 4 ranah penyederhanaan (simplification);

  • Environment (lingkungan)
  • Rhythm
  • Schedule
  • Filtering out adult world


Disini kita ambil contoh yang environment (lingkungan rumah anak). Dulu mungkin saya beranggapan bahwa anak yang di rumahnya tersedia banyak mainan adalah anak yang paling bahagia sedunia karena banyak pilihan. Tapi sebenarnya, mainan yang berlebihan itu justru akan membuat anak;

  • Overwhelmed, bingung sendiri mau pilih main yang mana, ujung2nya;
  • Tiap beli mainan baru, dimainin bentar habis itu bosan
  • Walaupun mainan menggunung tetep aja merongrong ibunya, karena
  • Dia tidak punya ruang untuk bisa mengekplorasi satu jenis mainan karena sudah ada pilihan lain & anak kecil itu sejatinya akan bingung kalau terlalu banyak pilihan. Akhirnya,
  • Terlihat bahwa mereka butuh lebih banyak mainan, & beli lagi beli lagi..

Maka dulu yang pertama kami lakukan saat memutuskan untuk menerapkan waldorf parenting di rumah adalah menyortir mainan. Kami sisakan hanya yang;

  • Open ended (lego)
  • Berbahan natural (aneka balok kayu)
  • Arts & craft supplies
  • Beberapa mainan rekreasional yang kami keluarkan kalau perlu aja (misal saat ada saudara berkunjung. Misal hotwheels favorit)


Dengan terpeliharanya 3 hal ini diharapkan anak memiliki bekal untuk menjadi pribadi yang self motivated, senang belajar, dan pandai bersyukur. 3 dasar penting untuk menjalankan kehidupan di dunia ini. Inshallah..

Oke, mungkin itu yang bisa sampaikan di post ini. Di post selanjutnya, saya akan menjelaskan tentang tools-tools atau kegiatan pendukung dalam Pendidikan Waldorf. Seperti biasa, Jika ada pertanyaan, silakan untuk mengirimkannya via DM Instagram @playwithzey .. Inshallah jika diberikan ilmu & keluangan, akan saya bantu jawab. See you next post!


Love,

B

Comments

Popular Posts