Untuk Apa Belajar Parenting?

Bismillah..

Sebenernya untuk apa sih kita capek-capek belajar parenting? Udah mah kita yang capek nyari infonya sendiri, belajarnya sendiri, prakteknya juga sendiri. Buat apa sih? Bukankah anak2 kita sudah masuk usia sekolah semua sehingga beban kita sebagai orang tua sudah berkurang? Buat apa orang tua cari uang banyak kalau bukan biar bisa sekolahin anaknya di sekolah yang bagus & mahal lalu tetap gt harus susah payah belajar parenting?

Saat Mengikuti Study Group di Jagad Alit Waldorf Play & Kinder

Teman2, saya pun dulu berfikir dan sangat menunggu-nunggu waktu Zeya mulai sekolah karena bayangan yang sama itu. Tapi biidznillah saya terus diingatkan tentang apa sejatinya tujuan punya anak, ingin seperti apa anak sy nantinya, ingin diperlakukan seperti apa saat sy sdh tua nanti, dan terlebih sudah siapkah jika saya dimintai pertanggungjawaban atas prioritas terbesar saya olehNya nanti (HR. Bukhari 4789)? Subhanallah.. 


Ternyata jadi orang tua itu gak ada ‘resign’nya (ya emang! 😂). Setelah anak masuk sekolah, justru kita harus lebih mempersenjatai diri dengan ilmu, karena apa yang masuk ke dalam diri mereka sekarang sudah bukan lagi hanya dari lingkungan rumah. If you don’t educate your children, their environment will. Dan mendidik beda ya dengan menyekolahkan. Semampu apapun kita menyekolahkan anak ke sekolah yang super mahal, tetap kewajiban mendidiknya ada pada bahu orang tua. 


Dan kenapa anak-anak perlu diperhatikan perkembangan jiwa, emosi, & spiritualnya? Jika teman-teman mengikuti instagram @playwithzey teman-teman akan sadar bahwa yang banyak dibahas adalah masalah well being, emotional awareness, inner works, dan bukannya gimana cara anak cepat bisa A B C, anak mau melakukan A B C, anak bisa nurut, bisa diem, bisa jago ini itu, dll. Well, inilah yang dinamakan mendidik secara holistik. Jika kita ingin anak sekedar pintar, terampil, & berprestasi, maka banyak banget yang udah bahas ini. Betul? Silakan digenjot saja akademiknya, les sana sini, ikut lomba sana sini. Kalau memang itu tujuannya, Inshallah dengan practice bisa tercapai. Tapi, dunia ini butuh lebih dari orang pintar dan terampil. Berapa banyak kita lihat di sekitar kita, orang pintar, kaya tapi lemah mentalnya, rendah self regulationnya, jauh dari penciptaNya? Atlet kelas dunia tapi berskandal, diberi amanah untuk membantu urusan publik eh korupsi, cantik tenar kaya eh ‘mental health’, pebisnis sukses menginspirasi banyak orang eh anaknya ternyata merasa diabaikan, sudah punya semuanya dan jadi yang palingpaling di dunia ini eh masih sambet istri orang, sukses banget dihormati banyak orang tapi punya luka pengasuhan dan hubungan sama orang tuanya gak baik, jago banget cari cuan tapi ‘apa aja demi cuan’ ga peduli haram/halal mendzolimi orang/alam atau tidak, powerful disegani sana sini tapi tidak hormat pada suaminya kasar pada anaknya? Na’udzubillah..


Sebesar apa usaha kita untuk belajar dan mendidik mereka, sekuat itulah keinginan kita untuk membimbing mereka tumbuh menjadi manusia yang utuh. Pintar secara intellektual, terampil secara fisik, kuat jiwa karena spiritualitasnya, mempunyai hati emas yang bisa membimbingnya untuk berkontribusi terhadap manusia lain & bumi ini nantinya, dan setiap impian orang tua, bisa jadi amal jariyah kita nantinya. Aamiin..


Jika jiwa anak sudah kuat, Inshallah, atas izinNya anak-anak kita akan dengan sendirinya mencintai belajar, mencintai ibadah, bisa mengontrol diri dimanapun lingkungannya, tetap sayang orang tuanya. Manusia seperti itu tidak mungkin ada tanpa mental yang kuat, kan? Mental kuat tuh bukan didapat dari latihan militer, orang tua diktator, atau perploncoan ala ospek ya.. Semua ada cara dan tahapannya di setiap umur anak. Nah, inilah sebenernya yang banyak saya pelajari di Pendidikan Waldorf, and that’s why I fall in love with it until now. (PS: untuk penerapan pendidikan di rumah kami, ditandem juga dengan fitrah based education)


Jadi, bismillah yuk kita saling belajar lagi.. Semangat lagi untuk memaksimalkan ikhtiar kita sebagai madrasatul ula (sekolah pertama) anak-anak kita. Emang pasti berhasil? Apa jaminannya? Teman-teman, hasil itu haknya Allah, sedangkan ikhtiar adalah kewajiban kita. Mau bagaimanapun anak kita nanti ‘jadinya’, serahkan semua kepadaNya. Yang penting, kita gak kehilangan kesempatan dalam mendidik mereka, karena mendidik anak itu ibadah, akan ada catatan dalam setiap usaha kita, Inshallah.. Sejatinya mendidik anak itu memang CAPEK & MENGURAS EMOSI, tapi kita bisa pilih, “mau capek sekarang di saat usia prima kita, atau capek nanti di saat tua kita?” Pilihan ada di tangan kita masing-masing.. 😁


Barakallahu fiik.. Semoga Allah selalu memudahkan jalan kita menjadi manusia yang lebih baik lagi. Aamiin..



Love,

B

Comments

Popular Posts