Mengenal Pendidikan Waldorf Part 1; Tahapan Mendidik Anak



Bulan Desember 2022 yang lalu saya diajak untuk Komunitas Home Based Education untuk sharing mengenai Pendidikan Waldorf. Subhanallah jujur saja walaupun sudah praktek via zoom SenDi (Senin Diskusi, study group online yang diadakan oleh @waldorfjakartacenter), namun waktu diminta untuk berbagi ke komunitas baru saya merasa belum cukup ilmu untuk bisa ‘mengajari’ orang lain, karena apa yang selama ini saya bagikan di Instagram @playwithzey pun tujuannya untuk jurnal saya, untuk saya intip-intip lagi di kemudian hari. Tapi lalu Teh Devi dari Home Based Education gave me some comforting words yang pada akhirnya membuat saya percaya bahwa Inshallah bukan untuk menggurui, tapi untuk berbagi pengalaman dan ilmu. 


Sharing dilakukan melalui Whatsapp group sehingga saya harus membuat narasi yang cukup Panjang untuk menjelaskan slide-slidenya. Setelah selesai kuliah WA, saya pikir rasanya sayang jika narasi yang Inshallah padat ilmu ini hanya berakhir tertumpuk-tumpuk di group whatsapp. Maka saya pun meminta izin untuk mempublish tulisan saya di blog ini dan alhamdulillah akhirnya sekarang bisa saya post (hatur nuhun, Teh Devi).


Sedikit cerita, sejak 2020 kami lalu menjalankan Waldorf Parenting ditandem dengan Fitrah Based Education di rumah. Awalnya kami (saya dan suami) lebih mendalami parenting itu saat pandemi. Anak kami yang pertama kami putuskan untuk cuti sekolah 1 tahun (tidak langsung masuk SD) & home school saja di rumah bersama saya. Akhirnya kami berbagi tugas, yang belajar FBE itu suami saya, sedangkan saya focus belajar Waldorf. Ternyata walaupun akhirnya anak setahun kemudian anak kami tetap masuk sekolah SD (sekarang dia sekolah di sekolah sentra), kami tetap melanjutkan belajar dan menerapkan Pendidikan waldorf tandem dengan Fitrah Based Education ini di rumah.. Ternyata setelah dijalani, kedua konsep ini bukan sekedar teori atau alat pendidikan, namun juga way of life.


Sebelumnya disclaimer dulu bahwa saat ini saya juga masih mengikuti seminar Waldorf Early Childhood Education (sudah berjalan 3 semester), sehingga apa yang saya sampaikan disini adalah sepengetahuan dan sepengalaman saya. Inshallah kita sama2 belajar disini ya.. Mudah2an Allah mudahkan niat baik kita. Aamiin


Jadi, bismillah silakan disimak mengenai apa itu Pendidikan Waldorf. Semoga dapat memberikan manfaat & pencerahan, ya. Oh iya, karena cukup panjang dan (biasanya) belajar Waldorf itu butuh waktu untuk mencerna, maka penjelasannya akan saya bagi ke dalam beberapa post ya supaya gak spanneng bacanya. Hehe..





Pendidikan Waldorf yang diprakarsai Rudolf Steiner tidak hanya memandang manusia sebagai seonggok daging, yang berarti bukan hanya otak/intelegensia anak saja yang perlu dididik. Hati, jiwa, dan system tubuh yang sehat pun perlu ‘dididik’ supaya anak bisa bertumbuh secara menyeluruh. Karena itulah Pendidikan Waldorf sering disebut dengan *Pendidikan yang holistic* (menyeluruh).

Goal dari Pendidikan waldorf sendiri menurut buku Ibu Kenny Dewi adalah untuk, “Mewujudkan individu yang mampu, dalam diri dan dari diri mereka sendiri memberi makna bagi kehidupan mereka.” 

Jadi bukan sekedar orang yang mempu untuk pintar, bisa bekerja, mencari uang, atau rajin beribadah, tapi mampu menemukan niat baik, paham maknanya, serta tulus dalam menjalankan apapun peran mereka di dunia ini.




Dalam Pendidikan waldorf, timeline Pendidikan anak dibagi dalam rentang per 7 tahun. 


*0-7 tahun*

Atau disebut dengan fase *willing*. Di usia ini anak-anak sedang focus mengembangkan tubuh fisiknya (physical body), sehingga mereka secara fitrah banyak sekali bergerak. Mulai dari belajar membalikkan tubuh, hingga akhirnya berjalan, berlari, hingga di akhir usia ini bisa melompat, memanjat, dll.Hal tersebut membutuhkan will yang kuat dari diri anak, dan will inilah yang perlu kita rawat (nurture) di usia ini. 


Usia yang sering disebut golden age ini dipandang bukan sebagai usia untuk mendidik secara akademik, namun usia emas untuk memberikan ruang bagi anak mengeksplorasi gerak tubuhnya, menanamkan nilai-nilai, membangun hubungan baik dengan orang sekitar dan dunianya, mengembangkan imajinasi, yang merupakan fase FONDASI untuk pelajaran yang lebih serius nantinya. Pada usia ini anak belajar dengan IMITASI, & persepsi bahwa DUNIA ITU BAIK pada usia ini perlu dijaga untuk merawat willing (kehendak/motivasi) yang sedang aktif-aktifnya.


*7-14 tahun*

Fase ini disebut dengan fase *Feeling* yang mulainya ditandai dengan tanggalnya gigi susu pertama. Dalam fase ini anak sudah bisa diberi instruksi dan pelajaran akademik (calistung, tata cara ibadah). Di fase ini anak belajar melalui imajinasinya (yang sudah lebih dulu diasah di early childhood), maka pendekatan pelajaran melalui seni adalah cara yang dilakukan di Pendidikan Waldorf. Anak perlu memiliki persepsi bahwa *DUNIA INI INDAH* di usia ini.


Saya juga suka menyebut fase ini sebagai fase pembalighan, karena apabila di usia 0-7 yang berkembang adalah fisik manusia yang terkait anggota gerak (tangan, kaki), di usia 7-14 ini system internal (seperti hormonal) lah yang sedang bertumbuh pesat.


*14-21 tahun*

Fase ini disebut dengan fase *THINKING*, karena nalar mereka sudah mulai matang. Di usia yang biasanya kebanyakan anak sudah baligh ini, anak perlu mengetahu bahwa *DUNIA ITU BENAR*. Sejatinya diharapkan di usia ini anak sudah bisa belajar dengan authority nya menemukan apa yang menjadi panggilan hidupnya, dan menjalankannya sengan sepenuh hati.




Pendidikan waldorf tidak terburu-buru dalam mengenalkan akademik kepada anak. Sampai usia 7 tahun, sifatnya adalah fondasi, penguatan akar untuk mempersiapkan anak dalam menghadapi apapun pelajaran dan tantangan mereka di masa depan.


Kita dilihat poin nomor 1 tugas utama orang tua adalah ‘preserving the childhood’, mengapa demikian? Karena sesungguhnya bukan hanya jadi orang tua zaman now aja yang berat. Jadi anak zaman now juga berat. Anak-anak jaman sekarang banyak tuntutan dari sana-sini (harus cepat bisa, serbabisa, beberapa dituntut pecara diri untuk tampil dengan cepat), juga lautan informasi dan stimulasi yang overload dan belum tentu mereka butuhkan (aneka kelas ini itu, program ini itu. Konten yang terlalu banyak & beragam, banyak yang tidak cocok untuk anak-anak). Jika kita lihat penjelasan sebelumnya, banyak kegiatan yang sebenarnya harusnya dilakukan di fase 2, namun disegerakan masuk ke fase 1.


Padahal..


 “tugas” anak-anakdi usia dini  itu hanya banyak bermain & dekat dengan orang tuanya.

Iya hanya itu. Tidak ada belajar baca, tidak ada ikut kelas sensori, tidak ada jadwal baby gym. Sederhana, bukan?


Sekian pengenalan Pendidikan Waldorf bagian 1 ini.Wallahu ‘alam bish shawab. Di part 2, Inshallah kita akan membahas apa itu Reverence, Sense of Wonder, dan Willing. Hal-hal yang perlu dikawal orang tua untuk menjaga masa kecil anak-anak secara baik sehingga mereka dapat bertumbuh utuh sesuai fitrah dan waktunya. Not too early, not too soon.. 


Jika ada pertanyaan, silakan untuk mengirimkannya via DM Instagram @playwithzey .. Inshallah jika diberikan ilmu & keluangan, akan saya bantu jawab. See you next post!


Love,

B

Comments

Popular Posts